Ambliopia

dr. Dyah Tjintya Sarika, SpM
Dokter Spesialis Mata

Halo Ayah dan Ibu Kejora! Bulan lalu kita sudah sedikit membahas tentang beberapa kelainan refraksi, kali ini kita akan membahas tentang ambliopia atau yang biasa disebut mata malas (lazy eye). Mata malas ini banyak terjadi pada anak-anak dan dapat disembuhkan apabila dapat diketahui sejak awal usia sekolah. Namun apabila ditangani terlambat, ambliopia dapat menjadi permanen. Tentunya Ayah dan Ibu tidak menginginkan anak-anak yang kita sebut sebagai aset masa depan akan memiliki penglihatan yang tidak maksimal dan nantinya mempengaruhi prestasi sekolah maupun pekerjaannya kelak, bukan?

Definisi

Ayah dan ibu mungkin jarang mendengar mengenai mata malas ini. Mata malas dalam bahasa kedokteran disebut juga sebagai ambliopia. Ambliopia adalah suatu keadaan dimana mata tidak dapat melihat sempurna setelah diberikan koreksi terbaik (dengan kacamata, lensa kontak ataupun prosedur operasi) tanpa disertai kelainan organik dari mata itu sendiri1 (gambar 1).

Gambar 1. A. Gambaran yang dilihat oleh mata ambliopia , B. Gambaran yang dilihat oleh mata normal

Ambliopia lebih sering terjadi pada 1 mata walaupun dapat terjadi pada kedua mata dengan jumlah penderita yang lebih sedikit.1 Ambliopia terjadi akibat jalur saraf penglihatan dari mata menuju otak tidak mendapatkan stimulasi yang sempurna atau tidak berkembang dengan baik selama periode kritis pertumbuhan penglihatan anak, yaitu <6 tahun.2 Dari penelitian Cowdin3 dkk. dikatakan jumlah kasus ambliopia sebesar 1,81% di Asia dan sebesar 0.35% di Yogyakarta, Indonesia.  

Derajat

Ayah dan Ibu Kejora, seperti penyakit pada umumnya, derajat ambliopia bervariasi dari ringan hingga berat (gambar 2). Ambliopia dikatakan berderajat ringan-sedang apabila didapatkan tajam penglihatan terbaik 6/9-6/24 (Gambar 2B), dan memiliki derajat berat apabila didapatkan tajam penglihatan terbaik lebih buruk atau sama dengan 6/30 (Gambar 2C)4.

Gambar 2. A.Gambaran yang terlihat pada anak normal B. Gambaran yang dilihat oleh anak ambliopia ringan C. Gambaran yang dilihat oleh anak ambliopia berat

Tipe dan etiologi

Ambliopia memiliki 3 tipe, antara lain :

(a) Ambliopia Refraktif

Gambar 3. Gambaran anak dengan ambliopia refraktif (anisometropia) yang mendapatkan terapi kacamata dan terapi oklusi

Merupakan jenis ambliopia yang muncul karena kelainan refraksi yang tidak dikoreksi secara sempurna. Ambliopia refraksi ini dapat terjadi pada kedua mata akibat kelainan refraksi berat yang sama antara kedua mata (isometropia) atau akibat perbedaan kelainan refraksi yang tidak sama (≥ 2.00 D) antara kedua mata (anisometropia)1 sehingga otak hanya memproses gambaran dari mata yang dengan koreksi yang lebih kecil atau mata yang status refraksinya lebih baik. Ambliopia jenis ini sering tidak disadari oleh anak dan orang tua karena umumnya anak tidak pernah mengeluh adanya pandangan buram dan mata tampak normal. Ambliopia jenis ini baru bisa dideteksi saat anak menjalani tes penglihatan dan mungkin terjadi secara permanen bila tidak dideteksi dan diterapi sejak awal.5,6

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ambliopia tipe ini, antara lain7,8:

  • Ambliopia pada kedua mata :
    • Miopia sebesar ≥ -3.00 D
    • Hipermetropia sebesar ≥ +4.50 D tanpa disertai strabismus dan sebesar ≥+1.50 D disertai strabismus
    • Astigmatisme sebesar ≥ 2.00 D
  • Ambliopia pada satu mata :
    • Miopia sebesar ≥ -2.00 D
    • Hipermetropia ≥ +1.50 D
    • Astigmatisme ≥ 2.00 D

(b) Ambliopia Strabismus

Gambar 4. A. strabismus kearah dalam (esotropia), B. strabismus ke arah luar (eksotropia), C. strabismus ke arah atas (hipertropia), D. strabismus ke arah bawah (hipotropi)

Gambar 5. A.Gambaran yang dihasilkan pada kedua mata normal, B. gambaran yang dihasilkan pada mata kanan normal dan mata kiri strabismus → tidak didapatkan gambar yang optimal akibatnya otak mengabaikan gambaran mata kiri

Ambliopia yang terjadi karena salah satu mata juling atau mengalami deviasi (kemiringan) ke dalam, ke luar, ke atas ataupun bawah (gambar 4). Tidak semua strabismus menyebabkan ambliopia. Strabismus yang menetap/konstan saja yang dapat mengakibatkan ambliopia.1

(c) Ambliopia stimulus deprivation

Gambar 6. Kelopak mata kiri turun

Gambar 7. Katarak mata kanan

Gambar 8. Jaringan parut pada lapisan bening mata

Ambliopia yang terjadi akibat adanya halangan/penutupan pada jalur penglihatan anak (kelopak, lapisan bening mata sampai lensa). Halangan tersebut mengakibatkan terjadinya stimulasi yang abnormal pada jalur penglihatan. Sebagai contoh untuk (1) kelopak → kelopak mata jatuh atau dalam bahasa kedokteran ptosis (gambar 6), lalu tumor/benjolan pada kelopak yang besar sehingga menutupi jalur penglihatan, (2) lapisan bening mata (kornea)(gambar 8) → adanya jaringan parut pada lapisan bening mata, (3) lensa → katarak (gambar 7)1

Tatalaksana

Tatalaksana pada ambliopia tergantung dari tipe/penyebab yang telah dijelaskan di atas. Pada ambliopia strabismus dan stimulus deprivation dilakukan tindakan operasi namun untuk ambliopia refraktif ada beberapa pilihan terapi antara lain kacamata, terapi oklusi (penutupan), dan obat-obatan. Yang paling sering digunakan adalah terapi kacamata dan terapi oklusi.9

Kacamata diberikan pada anak dengan ambliopia pada satu maupun kedua mata. Terapi kacamata saja dikatakan dapat meningkatkan tajam penglihatan pada 25-33% pasien ambliopia refraktif tipe anisometropia (keadaan status refraksi yang tidak sama antara kedua mata/timpang). Penelitian oleh Chen et al, pada 60 pasien anak usia antara 3-7 tahun yang mengalami ambliopia, didapatkan 50% pasien mengalami kesembuhan.

Terapi kacamata juga dapat dikombinasi dengan terapi oklusi (gambar 3) pada kasus ambliopia refraktif tipe anisometropia. Pada kasus ambliopia tipe ini, pasien diberikan 2 kacamata yaitu kacamata terapi disertai oklusi pada mata dengan tajam penglihatan lebih baik dan kacamata toleransi.5

Terapi oklusi dilakukan pada mata yang memiliki status refraksi lebih baik yang dilakukan selama 2 jam/hari. Hal ini dilakukan untuk merangsang mata ambliopia untuk melihat dengan optimal karena apabila tidak di lakukan terapi oklusi otak cenderung mengabaikan mata yang memiliki status refraksi lebih buruk. Tidak kalah penting pada ambliopia untuk melakukan follw-up atau kontrol rutin ke dokter spesialis mata 3 bulan, 6 bulan, dan satu tahun setelah terapi lalu selanjutnya tergantung dari perkembangan hasil status refraksi paska terapi. 1,5

JADI ……Ayah dan ibu Kejora sangatlah penting untuk mengenali dan melakukan tatalaksana ambliopia sejak dini pada saat usia masih muda karena akan memberikan hasil yang lebih stabil dan lebih baik dibandingkan apabila dilakukan pada anak dengan usia lebih tua. Hal ini berkaitan dengan periode kritis perkembangan penglihatan. Periode ini dimulai saat usia 4 bulan, mencapai puncak di usia 2 tahun kemudian menurun di usia 5 tahun, setelah itu mengalami penurunan yang ketat dan berhenti pada usia 12 tahun.10  Oleh sebab itu, penting sekali ayah dan ibu Kejora untuk melakukan skrining tajam penglihatan pada anak-anak usia antara 3-5 tahun untuk mendeteksi ambliopia lebih awal agar efek terapi menjadi maksimal.

Edited by dr. Kristina Joy Herlambang, M.Gizi, Sp.GK

Referensi :

  1. American Academy of Ophthalmology staff. Amblyopia. In: American Academy of Ophthalmology Staff, editor. Pediatric Ophthalmology and Strabismus. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2007-2008. p. 61
  2. American association for Pediatric Ophthalmology and strabismus staff. Amblyopia. March 2017. Available from https://www.aapos.org/terms/conditions/21
  3. Cowdin MK, Cotter SA, Tarczy HK, Wen G, Kim J et al. Prevalence of amblyopia or strabismus in Asian and non-hispanic white preschool children : multi ethnic pediatric eye disease study. Ophthalmology. 2013 Oct;120(10):2117-24
  4. Warris A, Amitava AK, Akhtar N, Malakar M, Kritima. Amount of anisometropia and degree of amblyopia, a correlation. India : AMU Institute of Ophthalmology. 2013; 8(1): 28-31
  5. Dadeya Subhash, Khurana Charu, Verma Lalit. Diagnosis and Treatment of Childhood Amblyopia. In : Jayadev Chaitra, editor. All India Ophthalmological Society. India : AIOS CME Series ; 2009. p.1-2
  6. Magram I. Amblyopia : Etiology, Detection, and Treatment. Pediatrics in Review. 1992 ; 13 : 7-14
  7. Collins N, Mizuiri D, Raveto J, Lum FC. Amblyopia PPP. In : Garret S, editor. American Academy of Ophthalmology Pediatric Ophthalmology/Strabismus Panel Preferred Practice Pattern® Guidelines. San Fransisco : American Academy of Ophthalmology; 2012. P. 5-13
  8. Warris A, Amitava AK, Akhtar N, Malakar M, Kritima. Amount of anisometropia and degree of amblyopia, a correlation. India : AMU Institute of Ophthalmology. 2013; 8(1): 28-31
  9. Spiegel PH, Wright KW. Visual Development and Amblyopia. In : Thompson LS, editor. Handbook of Pediatric Strabismus and Amblyopia. Chicago USA : Springer Science ; 2006. p.108-110
  10. DeSantis D. Amblyopia. In : McGregor ML, editor. Pediatric Clinics of North America. USA : Elsevier ; 2014 : 61(3); 505-6
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Leave a Comment

Open chat
Selamat datang di Kejora Indonesia ada yang bisa kami bantu ?